HOME

Sabtu, 23 April 2011

KEGIGIHANNYA MEMBELA NILAI-NILAI PLURALISME DAN DIALOG ANTAR AGAMA



Djombang.com-GusDur, itulah Panggilan nama lengkap mantan Presiden Indo- nesia keempat KH. Abdurrahman Wahid. Ketokohannya tidak hanya diakui oleh masyarakat Indonesia tetapi juga oleh dunia. Beberapa atribut bisa dilekatkan kepadanya. Mulai dari mantan presiden, mantan ketua Nahdhatul Ulama (NU), pendekar demokrasi, pembela minoritas dan bapak pluralisme. Kegigihannya membela nilai-nilai pluralisme dan dia- log antar agama membuatnya pernah mendapatkan penghargaan Medals of Valor dari The Simon Wiesenthal Center di Amerika Serikat.

Kaum Tionghoa di Indonesia secara bebas dan meriah bisa merayakan tahun baru Imlek, secara otomatis orang ingat atas sosok Gus Dur sang pembela kaum minoritas ini.  Gus Dur adalah orang yang pertama mencabut Intruksi Presiden (Inpres) No 14/1967. Inpres yang dikeluarkan oleh Soeharto ketika awal berkuasa pada tahun 1967 itu melarang kaum Tionghoa merayakan pesta agama dan adat istiadat di depan umum dan hanya boleh dilakukan di lingkungan keluarga. Karena Inpres tersebut, selama masa Orde Baru, aktifitas kaum Tionghoa seolah-olah dibatasi, tidak hanya dalam merayakan pesta agama tetapi juga partisipasi politik kelompok ini ditekan selama pemerintahan Soeharto. Tak heran kalau jarang sekali kaum Tionghoa yang bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) apalagi menjadi anggota parlemen, atau menduduki jabatan tinggi di pemerintahan seperti menjadi bupati, gubernur dan menteri di kabinet.

Gus Dur mencabut larangan inpres itu karena dianggap diskriminatif padahal perlembagaan negara UUD 1945 menjamin perlindungan semua warga. Kalau yang lain bisa ke masjid, gereja, atau ke makam untuk ziarah, kenapa orang Tionghoa tidak boleh ke kelenteng? demikian alasan Gus Dur. Setelah Gus Dur mencabut inpres tersebut, Megawati presiden selanjutnya mengeluarkan Keppres No 19/2002 yang isinya menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional.
Inisiatif Gus Dur mencabut inpres tersebut telah membuka jalan persamaan hak bagi warga Tionghoa untuk tidak ragu merayakan hari besarnya dan juga secara bebas terjun ke politik. Pasca reformasi, tercatat beberapa tokoh Tionghoa berkibar di ranah politik Indonesia. Sebut saja diantaranya Kwik Kian Gie yang menjadi Menteri pada Kabinet Gus Dur, begitu juga Alvin Lie yang menjadi anggota parlemen dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan Mari Elka Pangestu yang sekarang menjadi Menteri pada pemerintahan Yudhoyono.
Atas dasar itulah perkumpulan INTI (Indonesia Tionghoa) di Jombang dan kota-kota lain di Jawa Timur sangat respect terhadap Gus Dur, bahkan saat peringatan 1 tahun wafatnya Bapak Bangsa ini, Sabtu (18/12). Parade barongsai yang telah dipersiapkan sebagai symbol untuk mengenang seorang pencetus pluralisme ini berjalan kaki dari Alun-alun Jombang sampai ke Ponpes Tebuireng.
Sebanyak 13 perkumpulan barongsai dari berbagai klentheng di Jatim turut berpartisipasi pagi ini. Sebut saja dari Tri Dharma Mojoagung, Gudo, Mojokerto, Persobarin Surabaya hingga dari Klentheng Eng an Kiong Malang berparade dalam peringatan 1 tahun wafatnya Gus Dur. DAD



1 komentar: