HOME

Senin, 04 April 2011

GUSDUR DI NOBATKAN JADI WALI KE- 10. DI MERIAHKAN OLEH BARONGSAY SE JATIM


tahun wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sabtu (18/12), dipadati ribuan peziarah. Mereka yang datang dari Jatim dan luar Jatim memadati makam tokoh pluralis itu di kawasan Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang.
Dalam acara tersebut, mantan Presiden RI sekaligus tokoh Nahdlatul Ulama (NU) itu dinobatkan menjadi wali ke-10 bagi umat Islam di Indonesia. Ini disampaikan oleh guru besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta, Prof Dr H Yudian W Asmin dalam acara sarasehan nasional mengenang satu tahun wafatnya Gus Dur di Ponpes Tebuireng.
“Wajar kan kalau Gus Dur dilantik menjadi wali ke-10,” tanya Prof Yudian kepada peserta sarasehan yang mayoritas santri. “Ya,” jawab peserta serentak.
Yudian mengatakan, di Indonesia dikenal ada sembilan wali besar. “Dan dari catatan sejarah saya, Gus Dur adalah wali besar kesepuluh,” ujarnya.
Ia mengatakan, Gus Dur adalah wali yang mempunyai tugas menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Sunan-Sunan yang sebelumnya hanya menjaga suatu daerah tertentu, sedangkan Gus Dur, keluasan wilayahnya sangat besar,” kata dia.
Yudian mengatakan, Gus Dur hidup dalam konteks setelah merdeka, dalam masa nasionalisme Indonesia yang tercabik. “Gus Dur juga pernah menjadi korban,” katanya.
Dikatakan, Gus Dur sangat pantas disebut Wali, apalagi jika dibandingkan dengan jasa-jasa Wali sebelumnya. Menurut dia, Gus Dur sangat faham fiqih (filsafat keislaman). Dan inilah yang sering dilupakan oleh para ulama. “Filsafat keislamaan beliau mampu menyelesaikan masalah pluralisme Indonesia saat itu,” ujar Yudian.
“Gus Dur pernah berkata, hidupnya hanya untuk Indonesia, Islam dan Nahdatul Ulama,” lanjutnya.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, dulu pluralisme masih menjadi masalah bangsa. Namun saat ini, berkat peran Gus Dur, pluralisme tidak menjadi masalah bangsa. “Sekarang Islam tidak ditakuti. Dan peran paling besar untuk pluralisme diambil oleh Gus Dur,” kata dia.
Menurut Mahfud, yang menjadi masalah bangsa saat ini adalah ketidakadilan, penegakan hukum, kemiskinan, dan korupsi.
Sementara Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lukman Syaifuddin mengatakan, Gus Dur adalah sosok yang global meskipun berlatar belakang pondok pesantren yang tradisional. “Gus Dur selalu punya landasan yang kuat,” katanya mengenang Gus Dur.
Kirab Barongsai
Sementara itu, kirab belasan grup barongsai sebagai rangkaian peringatan haul satu tahun wafatnya Gus Dur yang berangkat dari Alun-alun Kota Jombang hingga Masjid Ulul Albab Ponpes Tebuireng, disambut meriah ribuan warga. Ribuan warga yang berdiri di sepanjang jalan tampak terpukau dengan atraksi yang diperagakan para seniman barongsai. Aplaus dari penonton sesekali terdengar manakala ada seniman barongsai melakukan atraksi menarik.
Seperti ketika barongsai berdiri, sehingga tingginya mencapai tiga meter lebih, sembari memetik buah mangga yang tumbuh di tepi jalan. Ada juga barongsai bergulingan di jalanan. Tak urung, aksi para seniman barongsai membuat lalu lintas sepanjang jalan yang dilalui harus berjalan merayap.
Kendati longmarch cukup panjang, sekitar tujuh kilometer, peserta barongsai tetap bersemangat. Mereka terus beratraksi memamerkan kebolehannya.
Saat melewati depan Ponpes Tebuireng, sekitar 200 meter sebelum finis di Masjid Ulul Albab, dua ‘ekor’ barongsai, satu dengan uniform merah dan satu lagi berwarna kuning, masuk ke dalam kompleks pondok. Dua barongsai ini, setelah beberapa menit melakukan atraksi di hadapan ratusan santri, selanjutnya menuju makam Gus Dur yang ada di bagian belakang pondok.
Dipandu seseorang dari PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, dahulu Pembina Iman Tauhid Islam) Jombang, dua barongsai ini kemudian melakukan gerakan merendahkan kepala hingga menyentuh tanah di depan pusara Gus Dur, mirip gerakan sujud. Gerakan tersebut dilakukan hingga tiga kali.
Setelah itu, kedua barongsai keluar lagi dan meneruskan perjalanan menuju finis di Halaman Masjid Ulul Albab, yang berjarak sekitar 200 meter arah barat daya ponpes.
Koordinator pawai barongsai, Itjing mengungkapkan, dua barongsai yang seolah bersujud di dekat pusara Gus Dur itu merupakan sebuah penghormatan kepada Gus Dur yang dinilai banyak berjasa kepada warga Tionghoa. “Tak ada maksud mengkultuskan Gus Dur. Tapi itu simbol penghormatan kami kepada Gus Dur sebagai tokoh pluralisme, guru bangsa, dan pembela kaum minoritas,” jelas Itjing.
Sejumlah warga mengaku senang dengan hiburan barongsai ini. Maklum, selama ini atraksi barongsai lebih banyak dipertontonkan di acara khusus yang digelar komunitas Tionghoa, seperti dalam perayaan Imlek dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar